Solusi Sehat untuk membangun Bisnis

Entri Populer

Sabtu, 16 Juli 2011

lanjutan 2 (Cintaku, Penyakitku)

Wowww ohhh… baru saja aku menggigit pisang goreng, aku langsung terkejut “nikmatttt, hatiku bergumam, ini bener-bener nikmat bukan buatan, seketika aku hendak memuji pembuatnya, belum sempat meluncur kalimat pujian dari mulutku langsung disergapnya “Bagaimana enak kan pisang goreng buatanku?


Emmm echhh enak banget Ibu, bener enakkkk bangettt, wahhh, Aku berekspresi, air muka Ibu Lusiana seketika merah, mungkin pujianku mengena dan membuatnya bahagia, setimpal sudah atas jamuan yang dia berikan, sudah aku bayar dengan bujian, hatinya mungkin melambung, hatikupun tak kurang melambung.


“Enakan mana dengan pisang goreng buatan istrimu?


????… Aku terkejut, aku tak menduga jika pertanyaannya akan bersambung, kini merambah keruang rumah tanggaku, leherku tercekik, aku tidak tau harus jawab apa, karena aku sudah biasa memuji segala yang istriku hidangkan, sekalipun rupa rasanya gak karuan, aku tak biasa mengecewakan istriku, tapi disini aku dihadapkan pada satu pilihan, harus memuji siapa, padahal akupun tidak mau mengecawakan orang yang ada dihadapanku


“Heeee terusin makan pisangnya, jangan ngelamun, buatan istrimu juga enak kan?


“Ya iya laaa, buatan istri sendiri pasti dipuji gitu Lhoo” Ibu Lusiana menjawab pertanyaanya sendiri, sambil ngeloyor meninggalkanku yang masih terbengong


“Sekk tak undang anaku Yooo biar siap-siap


“Achh aku harus bekerja hatiku bergumam, tp masih mendingan, bekerja memang sudah rutinitasku, tapi menjawab pertanyaanya yang tadi sama sekali tak aku harapkan.


“Omm Rudiiiiiiiiii, disini aja dikamar therapinya, Ibu Lusiana menegaskan, menirukan bahasa panggilan anaknya terhadapku, orang jawa, sangat meninggikan adab sopan santun, pendidikan kecil namun berarti bagi anak-anaknya


“Iya, iya.. aku menyahutnya, akupun langsung meninggalkan hidangan pisang goreng istimewa yang sedang kunikmati menuju kamar yang ditunjuknya, disana anaknya ssudah menunggu, aku menyapanya “Angga, nama lengkapnya Angga Swara Prayoga, jawa banget, namun indah, ya memang nama yang indah menurutku dari jawa, agak narsis sedikit gak apalah, nama yang lain juga indah, kebetulan aku lebih suka nama-nama dari jawa, seperti nama ksatria dalam pewayangan.


“Angga, apanya yang sakit? aku menyapanya sedikit basa-basi, anak itu meraba lehernya disertai mengerak-gerakan kepalanya seperti pelemasan, baru mulutnya hendak menjawab pertanyaanku Ibunya langsung nyerosot menjawabnya, “Lehernya Ommm” sudah sekaian kalinya aku mendengar kalimat yang sangat berkesan dari Ibu yang satu ini, “Ohhh iya, kalo therapy agak sedikit sakit gak apa-apa ya?


“Gak apa-apa Omm, kali ini Angga yang menjawabnya.


Tanpa basa-basi lagi aku langsung bekerja, Ibu Lusiana sembari mengamati aku bekerja dari atas tempat tidur, sesekali terlibat obrolan yang kurang penting, basa-basi tepatnya, kebanyakan obrolan seputar ilmu Refleksi, kadang-kadang diselingi masalah pendidikan, mau tak mau aku-pun menceritakan latar bekakang pendidikanku, seisi ruangan selain aku terkejut, sarjana ekonomi, ya aku sarjana ekonomi yang terhempas menjadi therapys, tetap pada rel ekonomi, namun bagi sebagian orang pekerjaanku kurang wajar, tak apalah asal bukan pengangguran intelek, demikian aku berprinsip


Selesai mentherapy Angga kini giliran adiknya, Maya namanya, nama lengkapnya Maya Santika, namun aku memanggilnya dengan Maya saja, pekerjaan yang satu ini agak sedikit ringan karena tidak memerlukan tekhnik ilmu therapy yang baku, hanya anak kecil yang ngiri karena kakanya ditherapy, maka diapun harus ikut ditherapy, tak lama kemudian dua-duanya tertidur, akupun berhenti dari pekerjaanku


Ibu Lusiana menggamit tanganku dan berkata ” selesaikan makan pisangnya, sembari ngeloyor meninggalkan kamar, dan aku mengikutinya dari belakang menuju ruang tamu dimana hidangan pisang goreng istimewa itu tersedia


Acchhh… aku hempaskan tubuhku di sofa yang empuk, yang aku tidak akan sanggup membelinya, jika tetap pada profesiku, jauh sekali dengan sofa pemberian pak Sadikun dirumah kontrakanku yang sekarang sedang menjadi kendaraanku meluncurkan seegala memori yang sedang aku urai ini, sofa dirumah Ibu Lusiana pasti harganya mahal, orang kaya, pasti terlihat dari rupa sandangnya, prabotan rumahnya, pernak-perniknya, semuanya barang import, mungkin juga sebab dari gaya hidupnya yang import pula. bukan produk indonesia, yang aku suka laku bahasanya tetap jawaisme.


“Rudiii capek ya… terimakasih ya, sudah mau memijat anaku? suara itu memecahkan lamunanku yang sedang menikmati sofa empuk dan menelusuri relung rumahnya yang angkuh, tapi tidak bagi pemiliknya, itu menurut kesan yang aku tangkap.


“Ya sudah biasa bu… namanya juga kerja, demikian aku menjawabnya


“Aku salut sama kamu Rudi, jarang Lho sarjana mau kerja seperti ini, kamu ulet,


Aku sempat berpikir, ada apa lagi dengan pekerjaanku ini, apa pekerjaanku ini bagi sebagian orang diapandang nista, atau tidak pantas dikerjakan oleh orang yang dipundaknya tersemat gelar kesarjanaan seperti aku, aku semakin gak ngeh, tapi aku diam, hatiku semakin kaku, setelah ini apa lagi yang akan perempuan ini katakan, aku menunggu, sesekali aku mencuri memandangnya, air mukanya biasa, pisang goreng istimewa tersumpal dimulutku, sebagian mengendap dikerongkonganku, aku ambil air teh manis yang sebenarnya tak kalah istimewa dari pisang gorengnya, namun sudah dingin, tetap aku meneguknya untuk melarutkan endapan pisang goreng dikerongkonganku, nikmat, sungguh nikmat memang segala rupa buatanya sangat nikmat. dengan sedikit basa-basi aku menawarkan jasa, walaupun sebenanya aku berharap dia menolaknya


Aku: “Ibu mau ditherapy juga?


Lusiana: “Achh… tadi siang kan sudah disalon Cicimu? bosku maksudnya


Lusiana: “Emangnya gak kenapa-napa kalau ditherapy lagi?


Aku: “Achh.. ya gak kenapa-napa sichh, makin sering makin bagus


Lusiana: “Kamu gak capek?


Aku: “Capek sih tapi kalau ibu mau ya gak apa-apa


Lusiana: “Oke, kebetulan leherku juga agak sedikit sakit, aku inggin ditherapy seperti Angga, dikamar atas aja ya, sambil nonton TV?


Aduchh kiamat, aku hanya basa-basi dia mau beneran, aku capek, senang, gundah, dan ada rasa yang aneh, yang aku sendiri susah menjabarkanya



Sebelumnya


Selanjutnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar